PENGETAHUAN YANG BERHARGA: MAHASISWA SEBAGAI PENGGUNA MODEL BERPIKIR KRITIS DI KELAS KOMUNITAS PERGURUAN TINGGI
Laporan Analisis
Penelitian
ini merupakan studi etnogarafi yang
membahas mengenai pendidikan dan masyarakat di dalamnya. Dikatakan bahwa mahasiswa
dihadapkan pada dua bidang sosial, yaitu dunia akademik dan dunia kompetitif di
lapangan kerja. Artikel ini mengungkapkan bagaimana mereka sebagai peserta
didik dan sebagai konsumen pendidikan. Kemudian etnografi ini juga menunjukkan
sebagian kecil proses berpikir kritis pada mahasiswa dan bagaimana proses
tersebut ditularkan atau tidak.
Pierre
Bordieu melihat adanya kontrol simbolik dimana pengetahuan dihasilkan dan
disebarluaskan. Ia melihat adanya peran dari struktur masyarakat juga interaksi
individu yang memiliki modal dan sumber daya yang berbeda yang kemudian
dihadapkan dalam satu arena persaingan. Rasionalitas utama pendidikan berdasarkan
fokus sejarah menunjukkan bahwa kurikulum pendidikan nantinya akan memberikan
sumbangsih terhadap dunia kerja yang akan digeluti. Pendidikan umum dianggap
memberikan keterampilan berharga bagi siswa begitu pula perguruan tinggi
memandang tujuan pendidikan yang sering dianggap sebagai bekal untuk persiapan
dunia kerja. Masyarakat kemudian juga memandang bahwa pendidikan memberikan
kesempatan kepada pelajar untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik (Rhoads
& Valades)
Etnografi kelas ini dilakukan di Amerika
berdasarkan wawancara dan observasi partisipan yang dilakukan pada mahasiswa
yang terdaftar di Sastra Amerika selama satu semester pada musim semi 2013 di
sebuah pergurauan tinggi yang akan disebut Springfield Community College (SCC).
Desain penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang persepsi mahasiswa
terutama pada bagian membaca dan menulis kritis. Penelitian ini dilakukan
dengan tiga tahapan (pertama, diawal semester untuk menggali latar belakang;
kedua, di tengah semester untuk mengetahui reaksi untuk pendidikan umum
lainnya; dan ketiga, setelah mata pelajaran berakhir untuk menjawab pertanyaan
set pertama dan kedua) pada satu kelas. Instruktur kelas (Blair) mengajarkan
keterampilan berpikir kritis dalam kursus sastra dan kepada dua puluh lima
komunias mahasiswa yang akan memasuki lembaga sarjana muda.
Mahasiswa dalam penelitian ini
akhirnya bertahan hingga semester empat di perguruan tinggi. Mahasiswa bahasa
Inggris 252 sudah sukses di semester awal dan
kembali ke sekolah. Masa percobaan ini tidak selalu berhasil karena
banyak juga mahasiswa yang ditangguhkan dan kembali. Walaupun demikian mereka
tidak menyerah dan terus berusaha. Mahasiswa yang telah menyelesaikan urusan
pendidikan umumnya kemudian dapat melanjutkan pendidikan di perguruan tingi
pada semester selanjutnya. Penelitian ini juga menunjukkan pilihan-pilihan mahasiswa
dalam memasuki perguruan tinggi yang tidak selalu memilih perguruan tinggi yang
kompetitif, melainkan karena faktor geografis, biaya, juga pilihan program yang
beragam menunjukkan adanya kesenjangan sosial.
Mahasiswa diposisikan sebagai pasar
tenaga kerja, menurut analisis McGrath dan Spear (1991). Siswa juga disebut
sebagai pelajar sehingga penting bagi mereka untuk memiliki kemampuan berpikir
kritis. Kemudian instruktur dan siswa sama-sama menyadari bahwasannya
pendidikan merupakan rahasia untuk sukses.
Mahasiswa sebagai Konsumen
Mahasiswa
yang diposisikan sebagai konsumen mengharapkan kesesuaian antara apa yang telah
mereka bayar dengan keterampilan apa yang mereka dapatkan untuk dapat
melanjutkan ke perguruan tinggi. Sebagai konsumen mahasiswa lebih mengharapkan
hasil yang lebih aplikatif agar dapat bertahan dan diterima di dunia kerja.
Misalnya mahasiswa memilih mengikuti kursus bahasa atau sastra, bukan kursus
matematika karena mereka menilai dengan mengikuti kursus tersebut mereka akan
lebih mudah untuk melanjutkan pendidikan atau diterima di dunia kerja yang
tidak dapat mereka temukan bila mereka mengikuti kursus matematika.
Mahasiswa sebagai Peserta didik
Mahasiswa
tidak selalu memandang pendidikan sebagai sarana yang mengantarkan kesuksesan
menuju dunia kerja. Sebagai peserta didik mahasiswa juga menyadari bahwa
belajar dapat memperluas pengalaman dan pengetahuan sosial budaya juga
menjadikan diri mereka menjadi lebih baik, seperti yang disampaikan oleh John,
Yohanes dan Brooke. Mahasiswa sebgai peserta didik ini percaya bahwa apa yang
mereka pelajari akan memberi manfaat berupa pengetahuan dan kesadaran diri
bukan hanya sekedar mendapat gelar dan pekerjaan.
BELAJAR BERPIKIR KRITIS
Berpikir
kritis bergantung pada dua komponen utama. Komponen pertama adalah pemikiran
analitis dan argumen persuasif atau dengan kata lain kemampuan untuk
mengartikulasikan tanggapan mereka melalui tulisan dan menghasilkan sesuatu
yang logis, esai yang baik, dan beralasan. Kedua pengembangan diri dan
perbaikan diri.
Konsumen dan Berpikir Kritis
Mahasiswa
diberi permainan berpikir kritis sebagai teka-teki yang harus dipecahkan. Sebagai
konsumen, mahasiswa beranggapan bahwa tugas yang diberikan semata-mata untuk
nilai yang akan mereka peroleh. Hal tersebut menjadikan mereka kurang berpikir
kritis karena yang mereka pikirkan hanyalah bagaimana menjadikan apa yang
mereka sampaikan menjadi sesuai dengan harapan Blair. Akhirnya mahasiswa tidak
mempu mengembangkan ide berpikir kritis mereka. Bagi mereka berpikir merupakan
hal yang membosankan dan sukar dipahami.
Peserta Didik dan Berpikir Kritis
Mahasiswa
yang berpikir kritis di sini ketika diberi permainan berpikir kritis, mereka
lebih suka untuk keluar dari pemikiran mahasiswa tipe sebelumnya untuk menjawab
pertanyaan Blair. Mereka lebih suka untuk menyampaikan pendapat mereka sendiri
dan tidak memikirkan jawaban apa yang sesungguhnya di inginkan Blair atau yang
dianalogikan sebagai berpikir “di luar kotak”, dengan kata lain mereka berusaha
untuk mencari jawaban yang berbeda dengan mahasiswa lain. Bahkan mereka juga
memunculkan pertanyaan-pertanyan, mengapa Blair memberikan permainan tersebut
kepada mereka. Mereka memberikan jawaban dengan menganggap tugas yang diberikan
menghasilkan argumen yang meyakinkan dan beralasan dan dapat membimbing mereka
menemukan jati diri serta menghargai seperti yang telah diajarkan di pengalaman
akademisnya.
Kesalahan
dalam berpikir kritis seringkali karena mereka berusaha untuk menemukan “makna
yang tersembunyi”. Blair menginginkan perlawanan dari mahasiswa untuk berpikir
kritis, jadi bukan hanya mencari makna tersembunyi dari sebuah teks atau tugas
yang diberikan melainkan juga dapat memasukkan argumen mereka ke dalamnya.
Komentar
Posting Komentar