Kebangkitan Islam, 1784 – 1832



Islam dalam Masyarakat Minangkabau
Di Minagkabau, kebudayaan petani bertumpu pada susbstratum kepercayaan animistic yang mash berkembang pada abad ke-19. Strata lain dalam masyarakat mungkin telah menganut bentuk dan keyakinan di luar pemujaan, tetapi kelompok social inipun – seperti keluarga araja atau keluarga perajin – tetap dipengaruhi oleh animism yang terdapat dalam masyarakat tempat mereka hidup. Tokoh kunci dalam petani Minangkabau adalaha cenayang. Dalam istilah Minangkabau umumnya disebut sebagai pawang. Orang yang berfungsi sebagai pawang dipercaya bisa berhubungan dengan kekuatan-kekuatan gaib dan mendatangkan rasa aman bagi keluarga yang mengalami penyakit, kematian, ancaman kegagalan panen, dan malapetaka lain. Pembenaran teoritis untuk pekerjaan pawing adalah kepercayaan petami akan dualisme jiwa: jiwa yang sesungguhnya dan jiwa yang bisa menghilang (semangat).
Di setiap desa, yang menjadi cenayang adalah orang yang cukup berpengaruh. Seiap cenayang menurunkan kesaktiannya kepada pewaris yang sudah mewarisi roh tertentu yang sudah dikenal. Di samping cenayang-cenayang desa, diketahu juga bahwa budaya petani Minangkabau menganggap mereka yang bekerja dengan logam memiliki kekuatan supernatural. Oleh karena itu, para pandai besi dianggap berbahaya secara magis karena mereka adalah pribadi yang memerlukan kekuatan magis untuk dapat menjalankan tugas-tugas mereka. Orang yang mencari emas atau pekerja tambang juga dianggap memiliki kekuatan istimewa. Roh-roh yang mendiami tambang emas harus diperlakukan hati-hati sekali. Para pencari emas memiliki perserikatan, hanya anggota perserikatan saja yang menetahui tanda-tanda rahasia emas dan bisa mengucapkan jampi-jampi yang diperlukan untuk keberhasilan upaya penambangan.
Agama petani Minangkabau diliputi dengan pemujaan yang telah masuk ke Minangkabau dari luar. Berbeda dengan animism yang dianut para petani, pemujaan ini telah berubah secara mencolok seiring gelombang pengaruh asing yang melanda. Bukti pertama yang dimiliki tentang adanya pusatpusat “agama tertinggi” terdapat pada batu-batu besar (megalit) yang didirikan pada permulaan zaman kita. Dengan kedatangan pedagang-pedagang india dan warga keratin Adityawarman yang Hindu Jawa ke dalam dunia Minangkabau, muncul satu bentuk agama yang lebih tinggi. Akan tetapi sungguh tidak mungkin agama baru ini selalu dikaitan dengan pemujaan megalit yang lama. Ia juga memperkenalkan agama yang ia anut, yaitu bentuk Tntrik dan Buhisme iblis yang memiliki unsure-unsur Syiwa. Namun yang tetap bertahan adalah konsep kedewaan sang Penguasa. Penguasa tidak bisa mengabaikan upacara-upacara magis ntuk mempertahankan kekuasaannya. Lagipula sifat sacral penguasa sangat menonjol  di Minangkabau selama berabad-abad.
Islam adalah agama luar yang masuk ke dalam dunia Minangkabau. Agama ini harus mengalami beberapa factor yang hampir menjamin bahwa ia tidak akan berhasil diterima di dalam masyarakat: (1) Islam adalah agama yang sangat terikat dengan kota, baik dalam lingkungan asalnya maupun dalam tahun-tahun pertama nya di Kepulauan Indonesia; (2) keluarga Minangkabau memiliki keyakinan sakralnya sendiri. Dengan demmikian, agama Islam harus menyesuaikan diri dengan kenyataan ini kalau tidak ingin menghilangkan keluarga penguasa dari agama yang baru ini. Sampai tahun 1761, Islam terbatas pada keluarga-keluarga pialang terkemuka di pantai saja.
Pada pertengahan abad ke-17, semua pusat perdagangan emas dan desa-desa yang sebagian besar penduduknya pedagang emas telah memeluk agama Islam. Pada abad ke-18, ada tiga ordo sufi di Minangkabau, yaitu Naksyabandiyah, Syattariyah, dan Qadiriyah. Ciri utama mereka adalah ketaatan para murid surau terhadap syekh mereka. Ciri lain yang sama untuk tarekat yang berlainan adalah organisasi surau. Surau-surau ini biasanya menarik ratusan murid. Cirri lain yang sama selanjutnya adalah sifat ajarannya yang ortodoks. Semua tarekat yang ada di Minangkabau beraliran ortodoks, tujuan itu harus dicapai dalam kerangka ortodoks dan tidak ada individu yang ditinggikan  di atas ritus dan hukum.

Gerakan Kebangkitan Islam yang Pertama
Pada akhir abad ke-18, wilayah di sekitar Kota Tua, psat Syattariyah di Agam, mengalami rangsangan dagang dan limpahan kekayaan baru. Kira-kira pada tahun 1784, seorang syekh yang ternama menjadi kepala surau Syattariyah do Kota Tua. Dia adalah TAuanku Nan Tua, seorang guru istimewa yang telah menarik ribuan murid ke Kota Tua dan surau-surau di sekitarnya. Situasi di Agam Selatan hampir tidak menghasilkan hubungan dagang yang teratur dengan dunia luar. Meskipun ada banyak sekali permintaan dari pelanggan asing, masyarakat menunjukkan ketidakmampuan untuk mengatur suatu jaringan dagang yang mantap. Yang lebih menyulitkan adalah merajalelanya perampok-perampok.
Surau Sattariyah kemudian mencoba membujuk desa-desa sekitarnya untuk berhubungan dagang dengan para saudagar. Seorang murid Tuanku Nan Tua, Jalaluddin, bertekad melanjutkan pekerjaan ini. Tujuannya adalah untuk membangun “masyarakat muslim”. Usaha Jalaluddin mencapai cukup banyak kemajuan dalam upaya menjadikan penduduk kota Lawas Islam, walaupun banyak tantangan dan terkadang suraunya harus diserang.

Gerakan Padri
Mereka yang berada di Mekkah pada tahun 1803 mengalami masa yang mengguncangkan. Kota suci diserbu oleh pejuang-pejuang padang pasir yang tidak saja menyerukan “kembali ke syariat”, tetapi juga menyerukan tuntunan untuk kembali ke ajaran sang Nabi dan sahabat-sahabatnya yang paling fundamental. Mereka ini adalah kaum Wahhabi dari Arab Timur. Rupanya ajaran mereka sangat berkesan bagi beberapa peziarah Minangkabau sehingga mereka juga bertekad untuk melaksanakan pembaruan total apabila telah tiba di rumah. Mereka dikenal sebagai Padri, yang berarti orang dari Pedir (Pidie), sebuah kota pelabuhan di Aceh. Dari tempat itu kebanyakan peziarah Minangkabau memulai pelayarannya ke Arab. Gerakan ini cenderung mengidealisir abad-abad awal perkembangan agama Islam dan meremehkan semua perkembangan yang terjadi kemudian.
Selain mengembangkan ajaran-ajarannya, ciri utama gerakan Padri adalah kekerasan yang terorganisir untuk melawan penduduk yang tidak mau tunduk pada gagasan Padri tentang Islam. Meskipun Padri tidak berhasil menciptakan kesatuan administrasi di seluruh dataran Tinggi Minangkabau, namun desa-desa Padri memiliki ciri-ciri yang sama, bangunan masjid yang indah dan desa-desa yang dikelilingi dengan benteng yang kuat.
Daerah pegunungan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk pertahanan. Di daerah yang lebih datar, di bangun rumah-rumah juga sebagai ubagian dari usaha pertahanan. Meskipun tidak ada perang di lapangan terbuka, biasanya para hulubalang desa, yaitu para pemuda yang telah diwarisi kedudukan sebagai pembela suku akan mempersenjatai kubu dengan tombak dan meloncat ke tanah terbuka. Keputusan terakhir dalam peperangan di tangan pemimpin perang desa. Menurut sistim Padri, pemimpin perang desa adalah imam desa, kalau pemimpin perang terluka, maka pasukan akan ditarik mundur.
Sejak awal timbulnya gerakan Padri sampai meletusnya Perang Padri dan tertangkapnya Imam Bonjol sebagai pemimpin Padri terbesar, adalah satu usaha perjuangan politik merebut kekuasaan guna dapat menjalankan Syari’at Islam dengan utuh dan murni. Umat Islam Sumatera Barat dengan kaum Padrinya, mempunyai tujuan politik yaitu berdirinya satu negara yang melaksanakan ajaran Islam secara utuh dan konsekwen.
Saat ini masyarakat Minangkabau yang memeluk agama Islam tampak sudah merata dan mendominasi di Sumatera Barat. Bahkan pesatnya perkembangan Islam, sehingga adat di Minangkabau pun disesuaikan dengan ajaran Islam “adat basandi sarak, sarak basandi kitabullah”. Adat yang dinilai bertentangan dengan ajaran Islam tidak digunakan lagi.  Walaupun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa masih dapat ditemukan beberapa orang yang masih belum mampu untuk hidup dengan benar-benar menjalankan syariat Islam seperti yang diperjuangkan oleh orang-orang terdahulu termasuk pada saat perang Padri.

Referensi:

Dobbin, Christine. 2008. Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam dan Gerakan Padri: Minangkabau 1784-1847. Komunitas Bambu

http://kumpulantugassejarah.blogspot.com/2012/01/perang-padri-gerakan-perlawanan-rakyat.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tradisi Besar dan Tradisi Kecil

Daurah Dakwah Fardiyah

Langkah-langkah menuju Kampus Madani